Raihan Esa Putra Purnomo
Raihan Esa Putra Purnomo Halo! Saya Raihan Esa. Saya sangat menikmati dunia menulis dan menggabungkannya dengan dua hobi saya: bermain game dan berpetualang. Setiap pengalaman yang saya alami, baik di dalam game maupun di luar ruangan, menjadi inspirasi yang saya tuangkan dalam blog saya.

Peringatan Darurat: Memahami Kontroversi Revisi UU Pilkada dan Dampaknya pada Demokrasi Indonesia

Tidak ada komentar

 


Belakangan ini, Indonesia diguncang oleh sebuah isu besar yang berpotensi memengaruhi proses demokrasi di tanah air. Dengan munculnya unggahan Garuda biru bertuliskan "Peringatan Darurat" di berbagai platform media sosial dan tagar #KawalPutusanMK #KawalDemokrasi serta Peringatan Darurat: Memahami Kontroversi Revisi UU Pilkada dan Dampaknya pada Demokrasi Indonesia, situasi ini semakin menegangkan. Pada Kamis, 22 Agustus 2024, berbagai elemen masyarakat dijadwalkan menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPR RI dan di beberapa kota besar seperti Yogyakarta dan Bandung. Apa sebenarnya yang terjadi dan mengapa masyarakat merasa perlu mengeluarkan peringatan darurat ini?

Apa Itu Peringatan Darurat?

Peringatan darurat ini muncul sebagai reaksi terhadap rencana revisi Undang-Undang (UU) Pilkada oleh DPR RI. Revisi ini dianggap oleh banyak pihak sebagai tindakan inkonstitusional yang mengabaikan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat pencalonan kepala daerah. Sebagai bentuk protes, gambar Garuda Pancasila dengan tulisan "Peringatan Darurat" menyebar luas di media sosial, menggambarkan ketidakpuasan publik terhadap langkah-langkah DPR yang dianggap melawan hukum.

Latar Belakang Kontroversi


Menurut informasi yang dirangkum dari Kompas.com, DPR RI melalui Badan Legislasi (Baleg) berencana merevisi UU Pilkada dengan beberapa perubahan signifikan. Di antaranya, mengembalikan ambang batas pencalonan kepala daerah menjadi 20 persen dari kursi DPRD atau 25 persen dari perolehan suara sah dalam pemilihan legislatif sebelumnya. Hal ini dianggap bertentangan dengan putusan MK yang telah menurunkan ambang batas pencalonan menjadi 7,5 persen.

Selain itu, revisi ini juga menyentuh batas usia calon kepala daerah, yang seharusnya dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh KPU, bukan sejak pelantikan. Tindakan ini dinilai oleh banyak ahli hukum sebagai pembangkangan terhadap putusan MK yang bersifat final dan mengikat.

Implikasi Hukum dan Demokrasi

Ahli hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada, Oce Madril, menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan tidak bisa dibatalkan oleh DPR. Begitu juga dengan pakar hukum dari Universitas Padjadjaran, Susi Dwi Harijati, yang menekankan bahwa perubahan undang-undang yang bertentangan dengan putusan MK dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum.

Jika DPR melanjutkan revisi yang melawan putusan MK, tindakan tersebut bisa dianggap sebagai pembangkangan konstitusi. Hal ini tidak hanya mengancam integritas sistem hukum tetapi juga dapat merusak kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga negara.

Dampak Terhadap Pilkada 2024

Revisi UU Pilkada yang kontroversial ini juga berdampak langsung pada Pilkada 2024. Putusan MK yang menurunkan ambang batas pencalonan memberikan peluang bagi calon-calon tertentu, seperti Anies Baswedan dan Kaesang Pangarep, untuk maju dalam pilkada mendatang. Anies Baswedan, misalnya, bisa berkompetisi di Pilkada Jakarta 2024 tanpa harus bergantung pada koalisi partai. Sementara itu, Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo, bisa menghadapi hambatan jika usia calon dihitung dari pelantikan, mengingat usianya yang belum mencapai 30 tahun saat penetapan paslon.

Reaksi Masyarakat dan Aksi Demonstrasi


Ketidakpuasan publik terhadap revisi UU Pilkada yang dianggap melawan putusan MK mendorong terjadinya aksi demonstrasi di berbagai daerah. Aksi ini merupakan bentuk tekanan terhadap DPR untuk menghentikan revisi yang dianggap merugikan proses demokrasi dan hukum. Dengan gerakan ini, masyarakat berharap agar DPR mendengarkan suara rakyat dan mematuhi putusan MK untuk menjaga keadilan dan transparansi dalam proses pemilihan.


Peringatan darurat yang muncul di media sosial dan demonstrasi di berbagai kota menunjukkan betapa pentingnya keputusan MK dalam menjaga prinsip-prinsip demokrasi dan konstitusi di Indonesia. Revisi UU Pilkada yang bertentangan dengan putusan MK dapat memicu krisis kepercayaan dan membahayakan integritas sistem demokrasi. Masyarakat memiliki peran penting dalam mengawasi dan memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil oleh lembaga-lembaga negara tetap berpegang pada prinsip hukum dan konstitusi yang berlaku. Akankah DPR mendengarkan suara rakyat dan menghentikan revisi yang kontroversial ini? Hanya waktu yang akan menjawab, tetapi yang jelas, keterlibatan publik dalam proses ini adalah kunci untuk menjaga demokrasi tetap pada jalurnya.

Ikuti kami di sosial media lainnya  :

Instagram: @Paytrizzofficial
Tiktok: Paytrizz
Twitter (X) : Paytrizz

Raihan Esa Putra Purnomo
Raihan Esa Putra Purnomo Halo! Saya Raihan Esa. Saya sangat menikmati dunia menulis dan menggabungkannya dengan dua hobi saya: bermain game dan berpetualang. Setiap pengalaman yang saya alami, baik di dalam game maupun di luar ruangan, menjadi inspirasi yang saya tuangkan dalam blog saya.

Komentar