Fenomena “kotak kosong” dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 dipandang sebagai tanda kemunduran demokrasi oleh banyak pengamat politik dan lembaga sipil pengawas pemilu. Hingga akhir Agustus, terdapat 43 daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon, yang berarti mereka berpotensi melawan kotak kosong.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah memperpanjang masa pendaftaran bakal calon pada 2-4 September 2024 untuk memberi peluang bagi calon baru. Namun, jika tidak ada perubahan, jumlah kotak kosong yang muncul diprediksi akan menjadi yang tertinggi dalam sejarah pemilu di Indonesia. Khoirunnisa Nur Agustyati dari Perludem menegaskan bahwa situasi ini mencerminkan hilangnya kompetisi yang sehat, di mana masyarakat seharusnya dapat mengevaluasi berbagai gagasan dari calon yang berbeda.
Dia mencatat bahwa fenomena ini tidak terlepas dari tren "koalisi gemuk" yang mendominasi banyak daerah, di mana banyak partai politik bergabung untuk mendukung satu calon. Hal ini mengakibatkan masyarakat kehilangan kesempatan untuk melihat adu gagasan yang konstruktif dan memilih antara beberapa calon yang berkualitas. "Mau menang secara cepat saja," ungkap Khoirunnisa, yang menunjukkan bagaimana strategi politik ini berdampak negatif terhadap partisipasi pemilih.
Pengamat politik dari Universitas Airlangga, Ali Sahab, menilai bahwa fenomena kotak kosong dapat menjadikan pilkada sekadar formalitas. Dengan munculnya kotak kosong, pemilih di beberapa daerah, termasuk Papua Barat dan sejumlah daerah di Sumatra Utara dan Jawa Timur, dihadapkan pada pilihan yang tidak ideal. Di beberapa daerah, seperti di Jawa Timur, ada hingga 18 partai politik yang tergabung dalam koalisi untuk mendukung satu pasangan calon, semakin memperkuat dominasi calon tunggal.
Kotak kosong sendiri adalah pilihan yang tersedia bagi pemilih yang tidak ingin memilih calon tunggal. Konsep ini pertama kali diakui oleh Mahkamah Konstitusi pada 2015. Dalam kasus di mana hanya ada satu pasangan calon, jika masa pendaftaran diperpanjang dan tidak ada calon baru yang mendaftar, kotak kosong tetap muncul sebagai alternatif dalam pemungutan suara.
Secara keseluruhan, munculnya fenomena kotak kosong dalam Pilkada 2024 menunjukkan perlunya evaluasi serius terhadap kondisi demokrasi di Indonesia. Ketidakidealan pilihan ini berpotensi mengurangi partisipasi dan kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu, serta mengancam integritas sistem demokrasi. Ini menjadi tantangan bagi para pemangku kebijakan dan partai politik untuk menciptakan iklim politik yang lebih inklusif dan kompetitif, sehingga pemilih dapat memiliki lebih banyak pilihan yang berkualitas di masa mendatang.
Ikuti kami di sosial media lainnya :